“Ayo.”
Sanji menyudahi kegiatan cuci piringnya, beralih pada sang kekasih yang baru turun dari lantai atas.
“Aku ambil eco bag dulu.”
Zoro mengangguk, memilih mengambil kunci mobilnya di beranda depan— hafal betul akan berapa lama waktu yang dibutuhkan kekasihnya untuk memutari rumah melalukan apa yang hanya Sanji dan Tuhan yang tahu.
“Okay, I’m ready.” Tepat sepuluh menit kemudian Sanji kembali dengan tiga buah eco bag dan tas kecil berisi barang pribadinya.
Jaketnya gak dibawa. pikir Zoro.
Pria bersurai hijau mint ini kemudian mengambil jaket yang terlipat di atas meja dan memakaikannya pada tubuh Sanji, membuat si pirang tenggelam dalam balutan jaket miliknya.
“It’s kinda chilly outside, we can’t risk our health in this weather.” Surai pirang Sanji diacak gemas, sementara sang empunya masih terpaku— tengah berkutat dengan dirinya sendiri demi menyembunyikan rona merah pada kedua pipinya.
“Y-you better hurry. Keburu pada dateng kalo kita belanjanya sore.”
Zoro terkekeh, tahu betul jika Sanji malu mendapat perlakuan seperti tadi hingga membuatnya berjalan terburu-buru. Tapi bukan Zoro namanya kalau tidak menjahili si pirang.
“Zoro, the car won’t drive by itself! Get your ass here!” seru Sanji dari bangku penumpang.
Oh, dia marah.
“Yes, babe.” Saatnya pergi atau Sanji benar-benar akan memotong jatah makannya malam ini.
“ZORO! SANJI! ANYBODY’S HOME???”
Pukul lima lebih lima menit rumah Zoro sudah didatangi oleh dua pemuda dan satu gadis yang menunggu pemilik rumah membukakan pintu untuk mereka.
“Luffy, ssh! Nanti tetangga disini pada ngomel lagi kalo denger lo teriak!” Usopp membekap mulut Luffy, temannya itu kadang bisa mengancam keselamatan hanya dengan mulut ceplas ceplos nya itu.
Sementara Nami agaknya sudah lelah menasehati si kepala karet, membuang waktu dan energi karena Luffy tidak akan pernah menurut pada apapun perkataan mereka.
'cklek'
“Luffy, istg! I told you to behave like normal people and use the damn doorbell!” Pintu depan terbuka, menampilkan Sanji dengan apron pink andalannya.
“HI SANJI WHAT DO YOU MAKE FOR DINNER?” Sedetik kemudian Luffy sudah menempel pada Sanji, mencoba mencari bocoran tentang makan malam mereka dari aroma yang menempel pada fabrik pakaian Sanji.
“I’m not cooking anything, cuma nyiapin bahan-bahan sama bikin saus doang.”
Nami masuk rumah dan langsung menebak aroma yang tercium di ruang tengah kediaman Zoro.
“We’re going to have barbeque tonight?” tanyanya.
Tersenyum, Sanji menunjuk pada gundukan besar yang berada di pojok dapur, tas yang ia isi sendiri dengan daging juga sayur mayur yang akan mereka panggang nanti.
“Yup. Sesekali kalian harus ikut ngerasain gimana rasanya berdiri lama deket api.” jelas Sanji sembari melepas apronnya.
“I’ll leave the work to the boys,” Nami mengintip isi tas besar itu dan bergumam kagum, “As expected from Sanji, selalu milih bahan terbaik buat semua jenis makanan.”
“Of course! I’m a great chef after all.” Sanji ikut terkekeh bersama Nami.
Iris biru Sanji menangkap siluet Zoro memasuki dapur dengan mata dan tangan berkutat pada ponselnya.
“Oh, you guys already here. Berangkat sekarang aja yuk, Robin sama Franky udah di sana soalnya.” Zoro mengusak rambut Sanji sebentar dan mengangkat tas besar itu dengan satu tangan, tidak terlihat keberatan sama sekali.
“He really is something else.” bisik Nami.
“Yeah. His strength is monstrous, sometimes I can’t keep up with him.”
Sementara Nami dan Sanji berbisik-bisik, Luffy sibuk menginvasi kulkas milik Zoro— mencari camilan pra makan malam ia menyebutnya.
“Shanjhi, ahyo bherangkfat!” katanya tidak jelas dikarenakan mulutnya penuh oleh puding buah bikinan Sanji.
Sanji bahkan tidak bisa marah melihatnya, meskipun ia membuat puding itu khusus untuk Zoro— mengikuti kebiasaan diet kekasihnya— ia juga tidak sanggup melarang Luffy memakan apapun yang ia temukan di rumah Zoro.
“Haahh.” Helaan napas terhela dari dua belah ranum Sanji, ia pun beralih mengambil wadah besar berisikan saus yang ia buat. “Nih, bawa sekalian ke mobil. Jangan tumpah, kalo gue liat ada jejak saus di pinggiran wadahnya lo batal makan daging.”
Patuh, Luffy menerima dan membawa wadah itu seakan di tangannya ada bom yang akan meledak sewaktu-waktu. Jatah makan dagingnya dipertaruhkan disini.
“What can I help you?” tanya Usopp.
“Tinggal bawa cutlery aja, minumnya nanti disiapin sama Franky di sana.”
“On it.”
Setelah Usopp berlalu, Nami membantu Sanji membereskan dapur dan pergi ke beranda depan setelahnya.
“Ayo, Nji. Udah gak ada yang ketinggalan 'kan?”
Sanji mengecek barang pribadinya dan merasa sudah lengkap, ia mengambil kunci depan sekaligus gembok pagar.
“Udah yuk.”
Saat keduanya mendekat ke mobil Zoro tampak sang pengemudi sudah terlihat lelah meladeni Luffy dan Usopp yang asik berkaraoke, padahal mobil belum menyala.
Sanji menyembunyikan kekehannya dan beralih berdeham.
“Oh, you finish? Udah di cek lagi semuanya?” Manik Zoro berkilat kala melihat Sanji berdiri di sisi kiri mobil.
“Hmm. Ayo berangkat.”
Lagi, Zoro mengusak surai milik Sanji sesaat setelah pemiliknya duduk di sebelahnya.
“LET’S GOOOOO!”
Mobil Zoro pun berlalu dari kediamannya diiringi teriakan bersemangat dari Luffy juga Usopp.
19.30
Sanji melihat jam di dashboard mobil Zoro. Setelah dua jam berkendara mereka akhirnya tiba di villa milik Robin dan Franky.
“Hey, we’re here.” Tangan besar Zoro bergerak ke arah kursi belakang dan menepuk Luffy juga Usopp yang tertidur.
Keduanya tidur setelah separuh perjalanan, habis energi pasca bernyanyi tanpa henti di paruh pertama perjalanan.
“I’ll go first, I need to see what I can do to help kak Robin.” Nami turun lebih dulu, tahu betul jika membangunkan Luffy dan Usopp itu membutuhkan usaha lebih.
“Me too. Aku mau liat Franky udah nyiapin alat buat bakar-bakaran nya apa belum.” Sanji mengikuti Nami.
Zoro menghela napas saat sadar dirinya kembali ditugaskan untuk mengurus dua pemuda berjiwa anak-anak ini.
“Well, as long as they’re happy.” Mengedikkan bahu, Zoro pun kembali menepuk kedua temannya—kali ini lebih keras dari sebelumnya.
“Wake up!”
“Arghh! / AWWW!”
“ZORO!” Luffy dan Usopp ditarik dari alam tidur dengan paksa, tenaga Zoro memang bukan main-main.
Sang pelaku tanpa rasa bersalah menyengir, “Gue udah bangunin pakai cara halus tapi lo berdua gak bangun juga.”
Bibir Luffy dan Usopp menggerutu sebal, namun tetap turun dari mobil sembari mengusap kening mereka yang berdenyut bekas tangan Zoro.
“Ayo bantu angkut ke dalem, biar cepat ditata sama Sanji.”
Zoro mengunci mobilnya dan mengangkut sebagian besar bawaan mereka, di belakangnya Luffy dan Usopp mengekor.
“MBAK ROBIN! FRANKY!” Luffy berlari masuk ke villa, hampir membuat Zoro jantungan karena wadah saus milik Sanji hampir selip di tangan Luffy.
“WATCH OUT IDIOT!” Satu tangannya yang tidak sibuk Zoro gunakan untuk menahan kerah kaus Luffy.
“Hehe, sorry Zoro.”
Menggeleng, Zoro akhirnya berjalan di sebelah Luffy untuk memastikan sepupunya itu sampai di dapur tanpa menumpahkan apapun.
“Thanks for the help, boys!” ujar Nami, ternyata gadis itu tengah mengemil jeruk sementara mereka melakukan pekerjaan berat.
“Witch.” gerutu Zoro.
Gadis berambut oranye tergelak, “Lo daripada ngomel mending bantuin Sanji di belakang gih. Anaknya daritadi kesel gak bisa nyalain apinya.”
Zoro beralih pada Robin, “You use the traditional one?”
“Sorry for that. Franky lupa ngecek lagi dan ternyata alat yang biasanya rusak karena kelamaan gak dipake.” balas Robin.
Pantas. Di musim penghujan seperti sekarang ini api memang agak susah untuk menyala, terutama di tempat terbuka seperti halaman belakang villa ini.
Beruntung ada atap kaca yang melindungi halaman belakang dari hujan.
“I’ll go check him.”
Di halaman belakang tampak Sanji menggerutu sambil berulang kali menyalakan pemantik, api yang tak kunjung membesar membuat kegiatan memasaknya tertunda; dan Sanji sangat membenci itu.
Zoro memperhatikan ranum tipis milik kekasihnya gemas, si blonde satu ini memang paling bisa memporak-porandakan kewarasan Zoro.
“I’ll handle this, kamu siapin bahannya aja di dalem. Udah ditata sama Nami tadi di atas pantry.” Tangan Zoro dijulurkan di samping tubuh Sanji dan mengambil alih pemantik dari tangan Sanji.
“E-eum, okay.” Sanji berdeham canggung, “Err, aku ke dalem dulu!” Dan pemilik iris samudera itupun kabur — tidak kuat berhadapan lama dengan Zoro tanpa bersemu.
“He’s so cute.” Zoro mengepalkan tangannya, tidak habis pikir bagaimana bisa Sanji terlihat begitu menggemaskan.
“Oi, stop simping and start working.” Nami menyandar pada pintu dan menatapnya datar.
“Bawel.” Zoro pun melanjutkan tugasnya dengan ditemani suara rintik hujan.
Malam semakin larut saat berporsi-porsi daging habis dibakar dan tandas, menyisakan camilan- camilan yang sengaja disimpan untuk menyaksikan kembang api nanti.
Sanji tersenyum puas kala mendapati teman-temannya kenyang setelah menyantap masakannya.
“Happy?” Terasa beban bertambah di sisi sebelah sofanya, pelakunya tak lain adalah Zoro.
Iris biru Sanji menatap sebal pada kaleng bir yang dibawa kekasihnya. “You still drink that crap?”
Bahu lebar Zoro terangkat, “It’s refreshing. Lagian aku gak harus nyetir abis ini.”
Mendecakkan lidahnya, Sanji pun bergeser ke pojok sofa— ia kurang suka menghirup aroma alkohol dari bir yang Zoro minum.
Mengerti, Zoro pun menghabiskan bir nya dalam sekali teguk dan membuang kalengnya jauh dari jangkauan Sanji.
“Sini duduknya deketan, udah aku buang kalengnya.” Zoro menepuk spasi kosong di sebelahnya.
“Your breath smells like that crap.” gerutu Sanji, tubuhnya ia rapatkan pada pegangan sofa.
Zoro mengesah, “Usopp! Minta permen!” Lelaki bermanik kelabu ini berteriak pada Usopp yang tampak sibuk menyiapkan kembang api untuk pertunjukannya tengah malam nanti.
Yang lebih muda merogoh kantung celananya dan melemparkan sebungkus permen berperisa mint pada Zoro.
“Thanks.” Dua butir permen ia kunyah, agar napasnya tidak berbau seperti alkohol lagi.
“There, happy now?”
Sanji melirik sebentar, kemudian menggeser tubuhnya agar sedikit mendekat pada Zoro.
“Kejauhan.” Zoro menarik bahu Sanji dan merangkul kekasihnya lebih dekat.
“You himbo! Pelan-pelan dong kalo mau narik!” Bahu lebar Zoro menjadi sasaran tinju Sanji.
Tergelak, Zoro malah merapatkan rangkulannya pada figur Sanji yang lebih kecil jika dibandingkan dengan dirinya.
“Stop acting cute, jantung aku gak kuat soalnya.”
Merotasikan iris birunya, Sanji tidak merespon dan hanya menyandarkan kepalanya pada bahu Zoro.
Jari panjang Sanji memainkan tangan Zoro yang berukuran dua kali dari miliknya, sesekali menusuk dan menggaruk telapaknya. Zoro membiarkannya dan memilih memperhatikan Luffy dan Usopp yang ramai menyiapkan kembang api.
“Hey Zoro.”
“Hm?”
Tidak ada sahutan lagi.
Zoro menunduk sedikit dan menangkap raut Sanji.
Gak ada yang aneh. pikirnya.
“What do you want for new year’s present?” tanya Sanji pelan, Zoro hampir tidak mendengarnya jika tidak mendekat.
“Nothing. You already gave me a present last month.”
Sanji berdecak, “That’s for your birthday, idiot. Yang sekarang mau apa?”
Berpikir, Zoro pun menatap Sanji yang menunggu jawabannya.
“Nah, I’m good. I don’t think you want to give it too.”
“Belum juga bilang, kenapa udah nyimpulin sendiri kalo aku gak bakal mau kasih?” Sanji kesal.
“Instinct. Udah gak usah dipikirin, lagian kamu stay sama aku itu udah jadi hadiah terbesar buat aku. I don’t need anything else.”
Ranum merah mudanya Sanji kerucutkan, sebal karena tidak berhasil mendapat informasi yang ia inginkan.
“Hey lovebirds! Jangan pacaran mulu, bentar lagi jam 12 nih! Ayo ke atas, Usopp mau nyalain kembang api dari lantai dua!” seru Nami.
“Ok—hmph?!”
Zoro membekap mulut Sanji dengan tangannya dan menahan agar ia tidak beranjak dari tempat duduknya, “Nah, we’re good! Gue sama Sanji nonton dari sini aja!”
Iris biru Sanji membulat. Apa-apaan?
“You sure? Di atas lebih keliatan jelas loh.” suara Nami menggema dari ruang tengah.
“Yup.”
“Okay then. Nanti nyusul aja ke atas, kita mau lanjut ngopi abis kembang apinya abis.”
“Okay.”
Sanji menggigit tangan Zoro dan menyebabkan pria itu mengaduh. “Ow! Sakit nji!” Zoro meniup tangannya yang sudah dicap oleh gigi tajam Sanji.
“Rasain. Lagian kamu ngapain sih orang yang lain pada ke atas kamu malah minta disini aja?” keluh Sanji.
Zoro bukannya menjawab malah merebahkan kepalanya di atas paha Sanji dan memandang langit-langit dari atap kaca yang terpasang di atasnya.
Kebiasaan, jari jemari Sanji otomatis bergerak menjelajah surai mint Zoro.
“Hey Nji.”
“Hm?”
Merubah posisi tidurnya, Zoro kini menatap wajah Sanji yang juga menunduk dan balik menatapnya.
“About the new year’s present,” Gerakkan jari Sanji tidak berhenti, ia menunggu Zoro menyelesaikan ucapannya.
“You said you didn’t want anything from me.” Sanji mengutip perkataan Zoro sebelumnya.
Zoro menggenggam tangan Sanji yang tidak digunakan untuk mengusak rambutnya, “On second thought, I want something from you.”
“That’s nice. What do you want for your present this year?”
Mengerling, Zoro mendudukkan dirinya dan berbisik di telinga Sanji. “How about a new year’s kiss? You always refused to give me one.”
Blush.
Udara di luar turun drastis setelah hujan semenjak sore, namun Sanji merasa wajahnya menghangat hanya dengan mendengar suara Zoro di telinganya.
“D-don’t push your luck, idiot.” Sanji mendorong Zoro agar pria itu kembali pada jarak aman.
Zoro mengerucutkan bibirnya, “So it’s a no then?”
Tidak ada jawaban.
Menyerah, Zoro pun mundur dan bersandar pada sofa. Iris kelabunya melirik jam tangannya.
23.59
“Oh, it’s about time.” Sanji ikut melihat jam tangannya.
“COUNT WITH ME GUYS!” Suara Luffy terdengar lantang dari balkon lantai dua.
“5!”
“4!”
“3!”
“2!”
“1!”
“HAPPY NEW YEAR 2023!!!!! WOOHOO OOO!”
Kembang api yang sudah disiapkan Usopp meluncur satu demi satu, warna-warni nya menghiasi langit malam yang gelap. Dari kejauhan tampak banyak kembang api lain yang juga dinyalakan oleh orang-orang di kota, sehingga malam terlihat begitu cerah dan berwarna.
Namun fokus Zoro tidak terpaku pada jutaan kembang api di langit, perhatiannya tersedot oleh sensasi kenyal yang ia rasakan menyapa bibirnya bertepatan dengan penghitungan detik terakhir tadi.
Ya, Sanji baru saja menciumnya di waktu yang sama dengan kembang api dinyalakan. Dan Zoro tidak bisa tidak membeku setelah mendapat kejutan seperti itu.
Sanji adalah yang pertama melepaskan diri dari pagutan tersebut, wajah pucatnya kini tampak ayu dihiasi dengan rona merah.
“T-that’s your present.” cicitnya.
Berkedip, Zoro masih memproses segalanya ke dalam otaknya.
Pemilik iris biru langsung mengalihkan pandangannya, ia memilih menyaksikan kembang api spektakuler hasil karya Usopp.
Kesadaran Zoro sudah kembali sepenuhnya, ia menengok ke sebelahnya dan merasakan napasnya tercekat kala menangkap kilau kebahagiaan di dua iris sebiru samudera favoritnya.
Ia berani bersumpah, jika Sanji nya tampak sangat indah saat ini.
Happiness really looks good on Sanji.
“Nji, can I kiss you again?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Zoro.
Sanji tertegun, namun mengangguk hingga poni nya jatuh dan semu nya tersembunyi di baliknya.
Mendapat lampu hijau, Zoro mengusap wajah Sanji lembut sebelum mengangkat dagunya untuk mempertemukan ranum keduanya dalam pagutan yang lembut tanpa ada maksud apapun. Murni untuk menyalurkan setiap kata dan rasa yang tidak bisa mereka sampaikan lewat ucapan.
Kening mereka tempelkan kala ciuman itu berakhir, Zoro menatap tepat pada dua iris biru itu dan berbisik di depan ranum Sanji.
“Please take care of me on this year too.”
“Please don’t get tired of me.” balas Sanji.
“I love you.” Kalimat sakral itu terucap dari belah bibir keduanya.
Tahun baru berganti, namun kisah Zoro dan Sanji masih akan terus berlanjut hingga bab terakhir dari hidup mereka selesai dituliskan.
Fin.